Kamis, 17 Desember 2015

PART 3 : HOLD MY HAND




Part 3

Peluh membasahi kening Indira, penyejuk ruangan seakan tidak bekerja dengan baik. Dengan sedikit menyandarkan badannya ke kursi kebesaran dalam ruang kerjanya, ia berusaha memejamkan mata. Jam kerja telah usai, tapi kaki rasanya enggan untuk melangkah. 'ah kenapa semuanya harus kembali tanpa pernah mengijinkan aku sedikit berlari lebih kencang?' Dalam diamnya ia terus mencari jawab atas kekalutan yang kembali mengisi kehidupannya 'Tuhan, mungkin Engkau tak mengijinkanku menjadi seorang pengecut yang berlari dari kenyataan hidup, aku tak akan berlari ataupun sembunyi lagi, tapi kuatkan aku untuk menghadapi semuanya' Huft... Bayangan kejadian di malam ia hendak menemui Bagas seakan menjadi titik nadir pelarian yang ia jalani. Pelarian panjang tiada berujung dan tanpa alasan pasti. Dalam diam semua kemarahan Anggi kembali melintas dalam pikiran "sebenarnya siapa dia untukmu, kamu masih mengharapkan bisa hidup bahagia dengan dia?"
"kamu sudah berlari jauh Ndy, kalau pelarian ini hanya berujung pada satu titik yang sama,lantas apa gunanya kamu berlari" 

"kamu mengganggap pertemuan yang tanpa disengaja tempo hari adalah sebuah takdir? Takdir yang mengatakan kamu masih berjodoh dengannya? Hah... Come On baby ini hanya kebetulan, kebetulan yang merupakan suatu ujian buatmu. Apakah kamu cukup tangguh untuk jadi pribadi baru. Mana Indira yang aku kenal, Indira yang tak pernah menyerah pada air mata. Bukan karena Bagas adalah sepupuku, aku menjadi marah, tapi sikap menyerahmu yang membuat aku muak. Aku muak kamu menjadi lemah hanya karena seorang Prasta yang tak pernah memikirkan perasaanmu. Terserahlah kamu menemui Bagas ataupun tidak, ini hidupmu dan kamu yang lebih tau" 
Kepulanganku yang jauh lebih cepat dari yang diharapkan oleh Anggi sudah cukup memberinya jawaban atas apa yang terjadi malam itu. Malam dimana aku berhenti beberapa langkah dari meja tempat aku seharusnya bercengkrama dengan seseorang yang mungkin akan mengisi hari hariku. Wajah Prasta yang tertangkap oleh mataku mengalahkan rasa penasaran pada seseorang yang terduduk membelakangiku. Entah siapa dia, mungkinkah dia Bagas yang hendak kutemui, seperti apa rupanya dan kenapa dia duduk satu meja dengan Prasta. Yang pasti aku tak kuasa melibatkan diriku disana. Meskipun waktu sudah lama berlalu, tapi aku belum memiliki kesiapan untuk itu. 
"Dokter, saya permisi pulang duluan" 
"Ah iya, silahkan suster... Sebentar lagi saya juga akan pulang" 
Suster Mia membuyarkan segala lamunanku, kulihat Rumah Sakit juga sudah mulai sepi. Sepeninggalan suster Mia, ia segera melepaskan jas kebesaran dokternya dan merapikan meja. Benar saja, suasana hening khas rumah sakit tersaji diluar ruang kerjanya. Santai ia melangkahkan kaki menuju parkiran. 
"Sore Dokter" 
"Sore" 
"Pulang Dok?" 
"iya.. Selamat bekerja ya" 
Beberapa orang perawat menyapanya di koridor, anggukan dan senyuman ia berikan pada mereka seakan tiada luka barang secuil dalam dada 
"Dokter Indira" 
langkahnya terhenti oleh panggilan seseorang, Indira membalikkan badan, tampak Dokter Satya tengah berjalan kearah dimana ia berdiri. Indira terdiam sekedar menunggu beliau sampai didepannya. 
"Ya Dok, kok sepertinya ada yang penting. Ada apa Dok?" 
"Ah nggak kok, cuma sedikit meminta Anda memutar arah" 
"Ya?" 
raut muka bingung dengan maksud dr. Satya kini menghias penampilan anggunva 
"kita berjalan ke arah sana ya, ada sesuatu yang ingin saya diskusikan dengan Dokter" 
Meski sedikit bingung, tapi Indira mengikuti langkah kaki dr. Satya. 'mendiskusikan sesuatu denganku? Seorang ahli bedah hendak mendiskusikan apa dengan dokter umum sepertiku, sementara dalam memoriku tak seorangpun dari pasienku yang tengah menjalani operasi ataupun harus mendapatkan penanganan ahli bedah seperti beliau' pikiran penuh tanya memenuhi otaknya mencoba menebak hal apa yang akan dr. Satya bicarakan dengannya 
"Bukankah ini arah ke taman Dok? Dokter hendak membicarakan apa dengan saya" 
"Dokter tengah terburu-buru kah?" 
"Ah tidak Dokter, tapi saya sedikit bingung. Kenapa kita tidak bicara di ruang kerja dan kenapa justru harus berjalan kesini?" 
"sabarlah sedikit... Sebentar lagi Anda akan tahu jawabannya" 
Beberapa langkah kemudian dr. Satya berhenti, tepat di persimpangan koridor yang menghubungkan ruang inap VIP dan ruang IGD. Beliau tersenyum dan membimbing pandangan Indira pada seseorang yang ada diujung koridor tepat di depan ruang Radiologi. Dia tersenyum dengan sangat ramah. Wajahnya lumayan ganteng dengan posture badan yang gagah bisa dikatakan dia high quality, tapi siapakah dia? Indira kembali menatap dr. Satya yang berdiri disebelahnya tapi beliau hanya tersenyum sambil memberikan anggukan menyakinkan untuk menemui pria itu. 
"dia menunggu Anda, Dok. Temuilah" 
"Maaf tapi siapa dia, Dokter?" 
"Nanti Anda akan tahu, saya tinggal ya" 
masih dengan senyum yang sama dr. Satya meninggalkan dr. Indira yang masih terpaku dengan muka memaksakan sebuah senyuman untuk pria yang sama sekali tak ia kenal. Ia melangkahkan kaki mendekatinya, pria yang masih setia dengan senyum tulusnya itu masih menunggu berdiri beberapa meter dihadapannya. Entahlah rasanya baru pertama kali ini ia melihat wajahnya... Langkahnya semakin dekat dan.... 
"Maaf bila saya terpaksa harus menemui Anda disini" 
Indira tersenyum kecut masih dalam kebingungan tentang identitas pria yang kini menjabat tangannya ramah. 
"Tak ada pilihan lain selain meminta bantuan dr. Satya untuk menemui Anda. Maafkan kelancagan saya dr. Indira" 
"Ah ya.... Tapi apakah kita pernah bertemu sebelumnya, Anda mengenal saya, siapa ya?"

Don't Miss It :
Part 1 :HOLD MY HAND
Part 2 : HOLD MY HAND

Tidak ada komentar:

Posting Komentar